
Kalimantan Timur bukan hanya dikenal karena kekayaan alam dan budayanya, tetapi juga karena ragam kuliner khas yang menggugah selera. Salah satu hidangan yang patut kamu coba adalah sate payau. Dengan rasa yang unik dan sejarah yang kuat, sate payau menjadi warisan kuliner yang menarik untuk dikulik lebih dalam.
Apa Itu Sate Payau?
Sate payau adalah sajian sate yang menggunakan daging rusa sebagai bahan utamanya. Nama “payau” sendiri berasal dari bahasa lokal yang berarti “rusa liar”. Dahulu, hidangan ini menjadi makanan eksklusif yang hanya disajikan pada acara adat atau pesta kerajaan di kalangan masyarakat Kutai.
Namun kini, meski keberadaannya semakin langka karena keterbatasan bahan, sate payau masih bisa ditemui di beberapa festival budaya atau restoran khas Kalimantan Timur, tentunya dengan sumber daging yang sudah melalui regulasi ketat.
Keunikan Cita Rasa yang Tidak Biasa
Berbeda dari sate ayam atau kambing yang banyak ditemukan di pulau Jawa, sate payau memiliki tekstur daging yang lebih lembut dan rendah lemak. Rasanya pun sedikit manis dan gurih, karena dimarinasi dengan bumbu khas Kalimantan seperti kemiri, bawang merah, bawang putih, ketumbar, dan gula merah.
Proses pembakarannya menggunakan arang kayu ulin, yang memberikan aroma khas dan menambah cita rasa smokey yang memikat. Disajikan dengan sambal kacang atau sambal terasi, sate ini benar-benar menggoda lidah.
Bahan dan Cara Memasak yang Tradisional
Untuk membuat sate payau, bahan yang digunakan sangat sederhana tetapi penuh rempah. Berikut komponen utamanya:
- Daging rusa segar (atau pengganti seperti daging sapi bagi yang tidak memiliki akses)
- Bumbu halus dari bawang merah, bawang putih, ketumbar, kemiri, dan sedikit asam
- Kecap manis dan gula merah sebagai pelengkap rasa
- Tusuk sate dari bambu atau lidi kelapa
Setelah dimarinasi selama beberapa jam, daging ditusuk dan dibakar perlahan hingga matang sempurna. Teknik memanggang ini penting agar daging tetap juicy dan bumbunya meresap sempurna.
Kontroversi dan Pelestarian Kuliner
Perlu diketahui, karena daging rusa termasuk dalam kategori satwa yang dilindungi di Indonesia, konsumsi sate payau kini tidak bisa sembarangan. Pemerintah daerah dan pecinta kuliner lokal mendorong pemanfaatan daging rusa dari penangkaran resmi, agar warisan kuliner ini tetap lestari tanpa merusak ekosistem.
Sebagai alternatif, beberapa juru masak kini menggunakan daging sapi muda untuk menciptakan cita rasa yang mirip dengan tetap mengedepankan keberlanjutan.
Kesimpulan: Eksotisme Rasa dari Hutan Tropis
Sate payau bukan sekadar makanan, tetapi simbol dari kekayaan budaya dan sejarah Kalimantan Timur. Dengan tekstur lembut dan rasa khas yang tidak bisa ditemukan di tempat lain, sate ini memberikan pengalaman kuliner yang tak terlupakan. Jika kamu berkesempatan mengunjungi Kalimantan Timur, jangan lewatkan mencicipi sate payau—hidangan eksotis yang penuh cerita.