
Setiap tanggal 21 April, bangsa Indonesia memperingati Hari Kartini sebagai bentuk penghormatan terhadap pahlawan emansipasi perempuan, R.A. Kartini. Namun tahun ini, perayaan tersebut terasa lebih hidup dan bermakna. Pasalnya, sebanyak 1.000 perempuan dari berbagai latar belakang, termasuk generasi Z, menyuarakan semangat untuk memimpin perubahan di berbagai sektor.
Tak hanya mengenakan kebaya atau menggelar acara seremoni, mereka tampil aktif dalam forum-forum diskusi, pelatihan kepemimpinan, dan kampanye sosial demi mewujudkan kesetaraan, keberlanjutan, serta pemberdayaan yang nyata.
Generasi Z Ambil Alih Peran Strategis
Menariknya, partisipasi terbesar datang dari generasi Z, kelompok usia muda yang lahir di era digital. Mereka tidak hanya hadir sebagai peserta pasif, melainkan menjadi inisiator perubahan. Dari isu kesetaraan gender, lingkungan, hingga teknologi inklusif, Gen Z perempuan tampil sebagai agen perubahan yang tangguh, vokal, dan berani tampil beda.
Dengan kecakapan teknologi dan pemahaman yang kuat akan isu sosial, mereka berhasil mengangkat suara perempuan di media sosial, startup, dan komunitas akar rumput.
“Hari Kartini bukan hanya tentang sejarah, tapi tentang melanjutkan perjuangan dalam konteks zaman sekarang,” ujar Aulia (23), aktivis muda lingkungan yang juga menjadi pembicara dalam salah satu forum diskusi Hari Kartini 2025.
Inisiatif Kolektif: Dari Perempuan untuk Perempuan
Dalam peringatan ini, berbagai komunitas perempuan lintas generasi juga meluncurkan gerakan bertajuk #PerempuanPimpinPerubahan. Gerakan ini bertujuan untuk:
- Memberikan pelatihan kepemimpinan perempuan di daerah terpencil
- Mendorong keterwakilan perempuan di sektor publik dan politik
- Memfasilitasi kolaborasi antarperempuan muda dan tokoh senior
Dengan pendekatan kolaboratif dan inklusif, gerakan ini menjadi langkah konkret dalam membentuk masa depan yang lebih adil dan setara bagi semua.
Dukungan Pemerintah dan Swasta: Kolaborasi Kunci Sukses
Tak hanya dari komunitas, perayaan ini juga mendapat dukungan dari pemerintah dan sektor swasta. Beberapa kementerian bahkan menyediakan akses beasiswa, program mentorship, dan inkubasi usaha perempuan. Di sisi lain, perusahaan teknologi dan e-commerce menggandeng perempuan muda sebagai mitra dalam program edukasi digital.
Kolaborasi ini menunjukkan bahwa pemberdayaan perempuan bukan sekadar narasi, melainkan agenda bersama yang harus didukung semua pihak.
Kesimpulan: Kartini Tak Pernah Mati, Ia Hidup dalam Semangat Perempuan Masa Kini
Semangat Kartini kini tidak lagi hanya hidup dalam buku sejarah. Ia hadir nyata dalam diri 1.000 perempuan dan generasi Z yang siap mengguncang dunia dengan ide, inovasi, dan aksi nyata.
Dari panggung digital hingga ruang pengambilan keputusan, mereka bergerak membawa misi perubahan. Dan seperti kata Kartini: “Habis gelap terbitlah terang”, kini terang itu datang dari perempuan-perempuan pemberani Indonesia.