Mengejutkan! Ribuan Keluarga Masih Tinggal di Rumah Tidak Layak Huni

Suasana kawasan padat penduduk di Bukit Duri, Jakarta, Kamis (15/5/2025). Badan Pusat Statistik mencatat jumlah keluarga di Indonesia yang masih menempati rumah tak layak huni pada 2024 mencapai 34,75 persen, sedangkan rumah tangga yang menempati rumah layak huni mencapai 65,25 persen atau sedikit meningkat dari tahun 2023 sebesar 63,15 persen.Koran Jakarta/Wahyu AP

Meski zaman terus berkembang, fakta di lapangan menunjukkan bahwa ribuan keluarga di Indonesia masih menempati rumah tidak layak huni (RTLH). Kondisi ini menjadi perhatian serius karena menyangkut hak dasar masyarakat akan tempat tinggal yang aman dan sehat. Lantas, seberapa besar angka keluarga yang terdampak dan apa saja dampaknya?


Data Terkini: Angka RTLH Masih Tinggi

Berdasarkan data terbaru dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), tercatat masih ada lebih dari 11 juta unit rumah di Indonesia yang tergolong tidak layak huni. Ini berarti jutaan keluarga hidup dalam kondisi yang jauh dari standar kelayakan tempat tinggal.

Rumah tidak layak huni umumnya memiliki ciri-ciri seperti atap bocor, dinding rapuh, lantai tanah, tidak memiliki sanitasi layak, dan kurangnya akses air bersih. Selain itu, banyak rumah juga dibangun di lingkungan yang rawan bencana atau kumuh.

Transisi ke perumahan layak memang menjadi tantangan besar, terlebih di daerah terpencil dan wilayah dengan tingkat kemiskinan tinggi.


Mengapa Masih Banyak RTLH di Indonesia?

Ada beberapa faktor utama yang menyebabkan tingginya jumlah rumah tidak layak huni:

  1. Keterbatasan Ekonomi Masyarakat
    Banyak keluarga berpenghasilan rendah tidak mampu memperbaiki atau membangun rumah yang memenuhi standar kelayakan.
  2. Keterbatasan Akses Program Pemerintah
    Meski pemerintah memiliki berbagai program bantuan perumahan, tidak semua masyarakat mendapatkan akses atau informasi yang memadai.
  3. Urbanisasi yang Tidak Terkontrol
    Perpindahan penduduk dari desa ke kota tanpa perencanaan membuat permukiman kumuh tumbuh pesat dan menambah daftar RTLH.

Dampak Sosial dari Tinggal di RTLH

Kondisi rumah yang tidak layak bukan hanya soal kenyamanan, tapi juga berkaitan erat dengan kualitas hidup. Anak-anak yang tumbuh di lingkungan seperti ini rentan terhadap masalah kesehatan, gangguan pendidikan, hingga keterbatasan perkembangan sosial.

Selain itu, rumah yang rapuh dan tidak tahan cuaca juga meningkatkan risiko kecelakaan dan penyakit akibat sanitasi buruk. Dalam jangka panjang, situasi ini bisa memperparah ketimpangan sosial dan memperlambat upaya pengentasan kemiskinan.


Langkah Pemerintah dan Harapan Masyarakat

Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah melalui program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) berupaya mendorong masyarakat membangun rumah layak secara mandiri. Program ini memberikan dana bantuan dan pendampingan teknis kepada warga yang memenuhi syarat.

Namun, agar lebih efektif, kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah, dan sektor swasta perlu diperkuat. Selain itu, sosialisasi dan pemutakhiran data RTLH juga penting agar bantuan tepat sasaran.


Kesimpulan: Rumah Layak, Hidup Lebih Bermartabat

Jumlah keluarga yang masih tinggal di rumah tidak layak huni memang memprihatinkan. Namun, dengan komitmen bersama, kondisi ini bisa diubah. Setiap warga negara berhak tinggal di rumah yang aman, sehat, dan nyaman.