
Baru-baru ini, publik dikejutkan oleh kabar hengkangnya LG Energy Solution dari proyek baterai kendaraan listrik di Indonesia. Keputusan ini mengejutkan banyak pihak, mengingat potensi industri kendaraan listrik nasional sangat menjanjikan. Namun, di balik mundurnya raksasa asal Korea Selatan itu, muncul isu serius: premanisme di sekitar lokasi investasi.
Kondisi ini menjadi sorotan tajam terhadap iklim investasi Indonesia, yang seharusnya semakin kondusif di era transisi energi dan pertumbuhan ekonomi hijau.
Premanisme: Masalah Lama yang Masih Menghantui
Indonesia bukan sekali dua kali diterpa isu premanisme di sekitar proyek-proyek besar. Mulai dari pungutan liar, intimidasi terhadap pekerja, hingga keterlibatan oknum dalam pengamanan proyek, semua menjadi bagian dari masalah struktural.
Premanisme ini bukan hanya merugikan investor, tapi juga menciptakan ketidakpastian hukum, merusak kepercayaan, dan membuat biaya operasional membengkak. Akibatnya, investor potensial berpikir ulang sebelum menanamkan modal di Tanah Air.
Iklim Investasi Terganggu: Dampak Nyata dan Potensinya
Hengkangnya LG bukan hanya kehilangan satu investor, tapi bisa memicu efek domino. Beberapa dampak yang mungkin terjadi antara lain:
- Menurunnya kepercayaan investor asing terhadap keamanan investasi di Indonesia.
- Tertundanya alih teknologi dan penciptaan lapangan kerja baru.
- Berpindahnya investasi strategis ke negara pesaing seperti Vietnam atau Thailand.
Ini menjadi peringatan keras bahwa investasi tak hanya soal insentif, tapi juga soal kepastian dan keamanan.
Saatnya Berbenah: Apa yang Harus Dilakukan Pemerintah?
Untuk memperbaiki citra dan kenyamanan berusaha, Indonesia harus segera mengambil langkah tegas. Berikut beberapa strategi yang bisa diterapkan:
1. Penegakan Hukum yang Konsisten
Pemerintah pusat dan daerah harus bekerja sama menindak premanisme secara serius. Penegakan hukum tidak boleh pandang bulu.
2. Transparansi dan Pengawasan Proyek Strategis
Pengawasan ketat terhadap proyek-proyek strategis nasional harus melibatkan berbagai lembaga independen dan aparat hukum. Investor perlu merasa bahwa mereka dilindungi secara menyeluruh.
3. Kemudahan Berusaha Tanpa “Biaya Tambahan”
Prosedur perizinan dan operasional harus bebas dari pungutan tidak resmi. Digitalisasi birokrasi bisa menjadi solusi konkret untuk mengurangi interaksi langsung yang rawan penyalahgunaan.
Kesimpulan: Jangan Biarkan Premanisme Menghancurkan Masa Depan
Indonesia memiliki semua modal untuk menjadi magnet investasi global: pasar besar, sumber daya alam melimpah, dan tenaga kerja produktif. Namun, tanpa perbaikan iklim hukum dan keamanan, semua potensi itu bisa sirna begitu saja.
Hengkangnya LG adalah alarm keras bahwa perubahan harus dimulai sekarang. Bukan hanya untuk menarik investor, tapi juga demi masa depan ekonomi Indonesia yang sehat, adil, dan berkelanjutan.