
Di tengah pesatnya perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI), kejahatan digital juga semakin canggih. Salah satu bentuk ancaman serius yang kini marak adalah deepfake—rekayasa visual atau audio digital yang menyerupai individu nyata dengan tingkat kemiripan yang sangat tinggi. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo (Komdigi) kini mengambil langkah tegas. Salah satu strategi utamanya adalah dengan mengandalkan UU ITE dan UU Pornografi sebagai dasar hukum dalam penanganan kasus deepfake.
Apa Itu Deepfake dan Mengapa Berbahaya?
Deepfake adalah teknologi yang menggunakan AI untuk memanipulasi wajah, suara, atau tubuh seseorang dalam video atau audio agar terlihat atau terdengar seperti orang tersebut. Pada awalnya, teknologi ini dikembangkan untuk kepentingan hiburan dan riset. Namun, seiring berjalannya waktu, teknologi ini justru sering disalahgunakan untuk kejahatan.
Beberapa bentuk penyalahgunaan deepfake antara lain:
- Penyebaran konten palsu bernuansa seksual
- Pemerasan berbasis identitas palsu
- Manipulasi opini publik lewat tokoh publik “palsu”
- Penipuan keuangan dengan rekayasa suara eksekutif
Dengan kemudahan akses terhadap teknologi AI generatif, kejahatan berbasis deepfake menjadi ancaman nyata bagi privasi, reputasi, dan keamanan masyarakat.
Langkah Tegas Kominfo Melalui Komdigi
Menanggapi situasi ini, Komdigi menyatakan akan mengoptimalkan penerapan dua payung hukum utama untuk menindak pelaku kejahatan deepfake, yakni:
- Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)
Pasal dalam UU ITE dapat digunakan untuk menjerat pelaku yang dengan sengaja menyebarkan informasi palsu, menyesatkan, atau merugikan pihak lain secara digital. - Undang-Undang Pornografi
Banyak kasus deepfake yang menjatuhkan korban melalui pembuatan konten pornografi palsu. Dalam hal ini, UU Pornografi memungkinkan aparat penegak hukum mengambil tindakan pidana meskipun konten yang disebarkan tidak nyata secara fisik.
Kombinasi dua undang-undang ini memberikan dasar hukum yang cukup kuat bagi pemerintah untuk bertindak cepat dan tegas terhadap pelaku.
Pentingnya Literasi Digital di Tengah Ancaman Deepfake
Di samping pendekatan hukum, Kominfo juga mendorong peningkatan literasi digital masyarakat. Hal ini penting agar masyarakat tidak mudah terprovokasi, menyebarkan konten palsu, atau menjadi korban penipuan digital.
Beberapa langkah preventif yang disarankan meliputi:
- Memverifikasi informasi sebelum menyebarkan
- Menghindari mengunggah data pribadi yang sensitif
- Melaporkan konten mencurigakan ke pihak berwenang
Dengan pemahaman yang cukup, masyarakat bisa menjadi filter awal dalam mencegah penyebaran konten deepfake yang merugikan.
Kesimpulan: Kolaborasi Hukum dan Kesadaran Publik Sangat Dibutuhkan
Deepfake bukan sekadar isu teknologi, tetapi sudah masuk ke ranah sosial, hukum, bahkan psikologis. Oleh karena itu, langkah Kominfo melalui Komdigi dalam mengandalkan UU ITE dan UU Pornografi adalah keputusan strategis yang patut didukung.
Namun, upaya hukum tidak cukup jika tidak diiringi dengan kesadaran digital dari masyarakat. Kolaborasi antara pemerintah, platform digital, dan pengguna internet menjadi kunci utama dalam menjaga ruang digital Indonesia tetap aman, sehat, dan bebas dari manipulasi.