
Kasus kematian Dini Sera Afriyanti yang melibatkan Gregorius Ronald Tannur, anak anggota DPR RI dari Fraksi PKB, menjadi sorotan nasional. Namun, perhatian publik semakin memuncak ketika majelis hakim yang diketuai oleh Erintuah Damanik justru memutus bebas Ronald dari dakwaan pembunuhan. Padahal, bukti CCTV dan hasil visum menunjukkan adanya kekerasan.
Vonis bebas tersebut sontak memunculkan tanda tanya besar: apakah keadilan benar-benar ditegakkan? Banyak pihak mempertanyakan integritas para hakim, khususnya Erintuah Damanik.
Penyelidikan Terbuka: Uang Miliaran dan Dugaan Gratifikasi
Setelah vonis kontroversial itu, Kejaksaan Agung RI langsung turun tangan. Penyelidikan mendalam mengungkap adanya aliran dana mencurigakan yang masuk ke rekening istri Erintuah. Jumlahnya pun tidak main-main—mencapai Rp1,9 miliar. Uang tersebut diduga terkait dengan putusan bebas Ronald Tannur.
Erintuah sempat membela diri dengan menyebut bahwa dana itu digunakan untuk keperluan keluarga, bahkan menyebutnya sebagai biaya untuk pemakaman mertua. Namun, argumen tersebut tidak berdiri kuat. Tim penyidik justru menemukan bukti kuat yang menunjukkan adanya transaksi tidak wajar dari pihak yang berkaitan dengan terdakwa kepada hakim.
Pengakuan Mengejutkan: Ancaman Dissenting Opinion
Selama proses persidangan, fakta mengejutkan lainnya terungkap. Erintuah diketahui sempat mengancam akan membuat dissenting opinion atau perbedaan pendapat dalam putusan, jika tidak diberi sejumlah uang. Setelah permintaan itu dikabulkan, Erintuah justru menyetujui putusan bebas secara bulat. Hal ini semakin memperkuat dugaan bahwa vonis bebas terhadap Ronald Tannur tidak lepas dari praktik gratifikasi.
Vonis untuk Erintuah: 7 Tahun Penjara dan Denda
Pada awal tahun 2025, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) resmi menjatuhkan hukuman kepada Erintuah Damanik. Ia divonis 7 tahun penjara serta dikenakan denda sebesar Rp300 juta. Tidak hanya itu, ia juga diminta membayar uang pengganti Rp1,9 miliar, setara dengan nilai yang ia terima secara ilegal.
Vonis ini disambut positif oleh publik, terutama oleh keluarga korban. Meski tidak bisa mengembalikan nyawa Dini Sera Afriyanti, keputusan ini dianggap sebagai langkah awal untuk membersihkan lembaga peradilan dari oknum yang menyalahgunakan kekuasaan.
Kesimpulan: Pelajaran Penting bagi Dunia Peradilan
Kasus ini menjadi pengingat keras bahwa kekuasaan tanpa integritas hanya akan melahirkan ketidakadilan. Erintuah Damanik, sebagai hakim, seharusnya menjadi simbol penegakan hukum. Namun, keputusannya justru melukai rasa keadilan masyarakat.
Dengan vonis ini, harapan pun tumbuh agar sistem peradilan Indonesia terus berbenah, lebih transparan, dan benar-benar berpihak pada kebenaran.