
Pemerintah tengah merancang kebijakan besar terkait tata kelola guru Aparatur Sipil Negara (ASN). Dalam rencana tersebut, pengelolaan guru ASN akan beralih dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat. Tujuannya cukup jelas, yakni untuk merapikan distribusi, meningkatkan pemerataan mutu pendidikan, dan memperkuat sistem pendidikan nasional.
Namun, rencana ambisius ini tak luput dari perhatian berbagai pihak. Salah satunya datang dari Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) yang menyoroti sejumlah hal penting terkait potensi dampak dari kebijakan tersebut.
Apa Kata P2G? Sorotan dan Kekhawatiran
P2G memberikan sejumlah catatan kritis yang patut dipertimbangkan pemerintah sebelum kebijakan ini benar-benar diterapkan. Dalam pernyataannya, P2G menilai bahwa pengambilalihan tata kelola guru ASN oleh pemerintah pusat harus dilakukan secara hati-hati dan bertahap.
Pertama, mereka mengingatkan bahwa peran pemerintah daerah selama ini tidak bisa diabaikan begitu saja. Kepala daerah memiliki peran penting dalam pemetaan kebutuhan guru di wilayah masing-masing. Jika semua dikendalikan dari pusat, dikhawatirkan akan terjadi miskomunikasi dan ketidaksesuaian antara kebutuhan lokal dan kebijakan nasional.
Kedua, P2G menyoroti soal kesiapan data dan sistem informasi kepegawaian yang harus benar-benar presisi. Bila terjadi kesalahan data, bukan tidak mungkin guru yang sebenarnya sangat dibutuhkan justru terabaikan, sementara di daerah lain malah terjadi penumpukan.
Tantangan Teknis dan Administratif
P2G juga menilai bahwa proses transisi tata kelola guru akan menghadapi tantangan administratif yang cukup kompleks. Misalnya, terkait dengan gaji, tunjangan, serta mutasi dan promosi guru yang selama ini ditangani oleh dinas pendidikan setempat.
Jika pemerintah pusat mengambil alih sepenuhnya, maka harus ada sistem yang terintegrasi, transparan, dan mudah diakses oleh guru di seluruh Indonesia. Tanpa itu, bisa terjadi kebingungan di lapangan yang justru menghambat kinerja guru dan mengganggu proses belajar-mengajar.
Usulan Solutif dari P2G
Meski memberi kritik, P2G tidak menolak sepenuhnya rencana ini. Mereka justru menawarkan beberapa solusi. Salah satunya adalah mengadopsi sistem tata kelola hibrida, yakni kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah. Dalam model ini, pusat bertugas menetapkan standar dan regulasi, sementara daerah tetap diberi ruang untuk melakukan penyesuaian berdasarkan kebutuhan lokal.
Selain itu, P2G mendorong agar pemerintah pusat melibatkan organisasi profesi guru dalam penyusunan kebijakan. Dengan begitu, kebijakan yang dihasilkan akan lebih komprehensif dan menyentuh langsung kebutuhan di lapangan.
Kesimpulan: Kolaborasi adalah Kunci
Rencana pemerintah pusat untuk mengambil alih tata kelola guru ASN memang membawa harapan akan sistem yang lebih efisien dan merata. Namun, seperti disampaikan P2G, pelaksanaannya harus melibatkan semua pihak dan memperhatikan tantangan teknis serta lokalitas.
Kolaborasi antara pusat, daerah, dan komunitas pendidikan menjadi kunci agar kebijakan ini tidak hanya bagus di atas kertas, tetapi juga berdampak positif nyata bagi mutu pendidikan Indonesia.