
Di tengah pesona keindahan alam Kalimantan Utara, ada kenyataan yang perlu menjadi perhatian serius: pendidikan di daerah terluar seperti Krayan Selatan masih menghadapi banyak tantangan. Para guru yang mengabdi di sana mengeluhkan keterbatasan fasilitas dan infrastruktur yang belum memadai. Salah satu sorotan terbesar adalah nasib dana untuk daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar) yang keberlanjutannya masih belum jelas.
Pendidikan Terbatas di Negeri Perbatasan
Krayan Selatan merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, yang langsung berbatasan dengan Malaysia. Akses ke wilayah ini tidak semudah daerah lain di Indonesia, bahkan beberapa sekolah hanya bisa dijangkau melalui jalan setapak atau jalur udara kecil. Dalam kondisi seperti ini, kehadiran dana 3T sangat membantu menunjang operasional pendidikan, mulai dari insentif guru, pengadaan alat belajar, hingga perbaikan fasilitas sekolah.
Namun, kini para guru mulai resah. Pasalnya, tidak ada kejelasan mengenai kelanjutan program dana 3T untuk tahun-tahun mendatang. Padahal, tanpa dukungan dana tersebut, mereka khawatir kualitas pendidikan yang sudah dibangun perlahan akan kembali mundur.
Keluhan Langsung dari Para Guru
Dalam beberapa pertemuan komunitas pendidikan lokal, guru-guru di Krayan Selatan menyampaikan keprihatinan mereka secara terbuka. Mereka menyoroti kondisi sekolah yang serba terbatas—dari kekurangan buku pelajaran, akses internet yang minim, hingga gaji yang seringkali telat diterima. Beberapa guru bahkan mengaku harus menggunakan dana pribadi untuk mencetak materi ajar atau membeli perlengkapan kelas.
“Kami tidak menuntut fasilitas mewah, hanya ingin dana 3T tetap berlanjut agar kami bisa mengajar dengan tenang dan anak-anak tetap bisa belajar dengan layak,” ujar salah satu guru SDN di wilayah Long Bawan.
Mengapa Dana 3T Sangat Krusial?
Dana 3T bukan sekadar bantuan keuangan, melainkan bentuk kehadiran negara dalam memastikan pemerataan akses pendidikan. Di daerah seperti Krayan Selatan, dana ini menjadi satu-satunya harapan agar sekolah bisa terus beroperasi secara normal. Selain itu, insentif dari dana ini juga menjadi penyemangat bagi guru-guru yang bertugas di wilayah ekstrem dan terpencil.
Tanpa dana 3T, bukan hanya fasilitas yang terancam menurun, tetapi juga semangat mengajar para guru yang selama ini sudah berjuang di garis depan pendidikan Indonesia.
Kesimpulan: Dengar Suara dari Pinggiran Negeri
Pendidikan adalah hak semua warga negara, termasuk mereka yang tinggal di wilayah perbatasan seperti Krayan Selatan. Oleh karena itu, kelanjutan dana 3T harus menjadi prioritas pemerintah, bukan hanya sebagai janji politik, tetapi sebagai bentuk nyata keadilan sosial.
Kini, suara para guru sudah terdengar. Tinggal bagaimana pemangku kebijakan merespons dengan cepat dan tepat. Masa depan pendidikan di daerah 3T bergantung pada keputusan hari ini.