
Peringatan Hari Buruh Internasional di Kota Semarang pada 1 Mei 2025 berubah menjadi insiden yang memanas. Aksi yang semula berlangsung damai berujung bentrokan antara demonstran dan aparat keamanan. Akibatnya, 24 mahasiswa ditangkap, puluhan lainnya mengalami luka ringan. Berikut kronologi lengkap kejadian yang mengejutkan publik ini.
Suasana Awal: Damai dan Penuh Semangat
Sejak pagi, ribuan buruh dan mahasiswa berkumpul di sekitar Jalan Pahlawan, tepat di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah. Mereka membawa berbagai spanduk berisi tuntutan seperti penolakan terhadap Undang-Undang Cipta Kerja, kenaikan upah minimum, hingga jaminan kerja yang layak.
Meski cuaca panas, semangat massa tidak surut. Orasi berlangsung tertib. Para demonstran menyuarakan pendapat secara bergantian, dengan pengawalan aparat kepolisian yang juga terlihat bersikap persuasif.
Titik Balik: Situasi Memanas Saat Sore Hari
Namun, situasi mulai berubah sekitar pukul 15.30 WIB. Sejumlah peserta aksi, yang didominasi mahasiswa dari beberapa kampus di Semarang, berusaha mendekati pagar Kantor Gubernur. Aksi dorong-dorongan pun terjadi.
Dalam waktu singkat, suasana memanas. Lemparan botol plastik dan batu mulai terlihat. Aparat kepolisian, yang sebelumnya hanya mengamankan barisan, akhirnya bertindak tegas. Mereka menyemprotkan water cannon dan menembakkan gas air mata untuk membubarkan massa yang mulai tidak terkendali.
Puncak Ricuh: Penangkapan dan Korban Luka
Sebagai respons atas aksi anarkis sebagian peserta, aparat melakukan penyisiran. Dalam proses itu, 24 mahasiswa diamankan karena diduga menjadi provokator. Beberapa di antaranya dibawa ke Mapolrestabes Semarang untuk dimintai keterangan.
Tak hanya itu, beberapa peserta aksi juga mengalami luka-luka akibat benturan dan kepanikan. Laporan dari tim medis menyebutkan lebih dari 30 orang menerima pertolongan di lokasi maupun dirujuk ke rumah sakit terdekat.
Tanggapan Pihak Terkait
Perwakilan kepolisian menyatakan bahwa penangkapan dilakukan sesuai prosedur karena adanya tindakan provokatif yang membahayakan keamanan umum. Sementara itu, perwakilan mahasiswa menilai tindakan aparat terlalu represif dan tidak memberikan ruang bagi demonstrasi damai.
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) salah satu universitas menyatakan, “Kami turun ke jalan untuk menyuarakan hak, bukan untuk membuat kerusuhan. Kami menuntut pembebasan teman-teman yang ditangkap secara tidak adil.”
Kesimpulan: Refleksi untuk Semua Pihak
Insiden ini menjadi catatan penting dalam pelaksanaan kebebasan berekspresi di ruang publik. Meski demonstrasi merupakan hak setiap warga negara, penyampaian pendapat tetap harus dilakukan dengan tertib dan bertanggung jawab.