
Gen Alpha, yang lahir setelah tahun 2010, adalah generasi pertama yang benar-benar tumbuh dalam dunia digital sejak hari pertama mereka lahir. Mereka tak pernah tahu dunia tanpa internet, YouTube, dan aplikasi pintar. Hal ini menjadikan mereka sangat cerdas secara teknologi, namun juga menghadirkan tantangan baru dalam pola perilaku sosial.
Salah satu karakteristik mencolok dari Gen Alpha adalah kecenderungan mereka untuk tidak suka berbagi. Meskipun terdengar sepele, fenomena ini mulai menjadi sorotan serius di kalangan orang tua dan pendidik. Lalu, apa penyebabnya?
Dunia Serba Pribadi: Faktor Digital Membentuk Pola Pikir
Di era digital, personalisasi adalah segalanya. Aplikasi, permainan, dan bahkan video yang mereka tonton semuanya dirancang agar sesuai dengan selera pribadi. Dengan begitu, Gen Alpha terbiasa hidup di dunia yang “dibuat khusus untuk mereka”. Akibatnya, mereka mulai melihat banyak hal—mainan, ruang, bahkan perhatian—sebagai sesuatu yang hanya milik mereka.
Tak hanya itu, banyak aktivitas mereka berlangsung secara individual, seperti menonton video sendiri di tablet atau bermain game dengan akun pribadi. Hal ini memperkuat persepsi bahwa “apa yang ada di layar” adalah milik pribadi dan tidak untuk dibagi.
Peran Orang Tua: Terlalu Protektif Bisa Berdampak Negatif
Menariknya, kebiasaan tidak suka berbagi ini juga dipengaruhi oleh pola asuh. Banyak orang tua modern cenderung terlalu protektif dan berusaha memberikan semua hal terbaik untuk anaknya. Mereka takut anak merasa kekurangan atau tersisih. Akibatnya, anak justru tumbuh dengan pemahaman bahwa semua hal harus disediakan hanya untuk dirinya.
Padahal, keterampilan berbagi dan empati sangat penting dalam membentuk karakter sosial. Tanpa itu, anak berisiko tumbuh menjadi pribadi yang egois dan sulit bekerja sama dengan orang lain.
Mengajarkan Berbagi di Era Individualisme
Meskipun tantangan ini nyata, bukan berarti tak bisa diatasi. Orang tua dan guru memiliki peran penting dalam menanamkan nilai berbagi sejak dini. Misalnya, dengan melibatkan anak dalam aktivitas kelompok, berbagi mainan dengan teman, atau membagi makanan dengan saudara kandung.
Selain itu, gunakan momen sederhana dalam kehidupan sehari-hari sebagai contoh nyata. Ajak anak berdiskusi tentang bagaimana perasaan orang lain jika tidak diajak berbagi. Dengan pendekatan yang lembut dan konsisten, anak-anak Gen Alpha bisa belajar bahwa kebahagiaan juga datang dari memberi, bukan hanya menerima.
Kesimpulan: Tak Suka Berbagi Bukan Tak Bisa Diubah
Kecenderungan Gen Alpha yang tak suka berbagi bukanlah kesalahan mereka semata. Lingkungan digital dan pola asuh modern punya andil besar dalam membentuk perilaku ini. Namun, dengan pemahaman dan strategi yang tepat, kita bisa membantu mereka menjadi pribadi yang lebih peduli, empatik, dan terbuka.
Berbagi adalah keterampilan sosial yang bisa dipelajari. Maka dari itu, mari kita mulai dari rumah, dari hal-hal kecil, untuk menciptakan generasi yang tidak hanya cerdas digital, tetapi juga cerdas emosional.