
Mimpi Besar Bernama Indonesia Emas 2045
Indonesia tengah membidik visi ambisius: menjadi negara maju pada tahun 2045, bertepatan dengan 100 tahun kemerdekaan. Visi ini dikenal luas dengan sebutan “Indonesia Emas 2045”. Targetnya bukan main-main — ekonomi kuat, SDM unggul, dan daya saing global. Namun, di balik semangat ini, muncul kekhawatiran yang makin nyata: generasi muda yang mengalami degradasi kognitif, atau dikenal dengan istilah “brain rot”.
Apa Itu “Brain Rot” dan Mengapa Harus Dikhawatirkan?
Istilah “brain rot” merujuk pada kondisi penurunan fungsi berpikir akibat konsumsi konten berlebihan yang tidak bermanfaat, terutama dari media sosial. Konten cepat seperti video pendek, meme dangkal, dan informasi instan telah mengubah cara generasi muda memproses informasi. Alih-alih berpikir kritis dan analitis, banyak yang lebih nyaman dengan hiburan instan yang minim nilai edukatif.
Fenomena ini bukan hanya terjadi di luar negeri. Di Indonesia, tren ini kian mengkhawatirkan. Generasi muda lebih sering menghabiskan waktu berjam-jam menonton video hiburan ketimbang membaca buku atau mengikuti diskusi intelektual. Dampaknya? Konsentrasi menurun, kemampuan menyelesaikan masalah melemah, dan minat belajar memudar.
Ketimpangan Digital: Ketika Akses Tak Selalu Berarti Kemajuan
Salah satu ironi terbesar adalah bahwa teknologi yang seharusnya mendorong kemajuan justru bisa menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi, internet membuka akses ke ilmu pengetahuan tanpa batas. Di sisi lain, tanpa literasi digital yang kuat, generasi muda mudah terjebak dalam konten yang tidak membangun.
Transisi ke era digital memang tidak bisa dihentikan. Namun, jika tidak dibarengi dengan kebijakan pendidikan yang adaptif, maka “bonus demografi” yang dimiliki Indonesia bisa berubah menjadi “beban demografi”.
Tantangan Nyata dalam Mewujudkan Indonesia Emas
Pemerintah dan masyarakat perlu menyadari bahwa kualitas sumber daya manusia bukan hanya soal angka kelulusan atau IPK. Lebih dari itu, dibutuhkan generasi yang mampu berpikir kritis, kreatif, dan tahan terhadap distraksi digital.
Jika tren “brain rot” terus berkembang tanpa penanganan, maka produktivitas generasi muda bisa terganggu. Padahal, merekalah yang akan memegang tongkat estafet pembangunan nasional.
Langkah Nyata: Solusi untuk Mencegah Brain Rot
Beberapa solusi konkret bisa diambil, antara lain:
- Peningkatan Literasi Digital di sekolah dan lingkungan keluarga.
- Penyaringan Konten Edukatif di platform digital agar lebih mudah diakses.
- Kampanye Edukasi Publik tentang bahaya konsumsi konten berlebihan.
- Kolaborasi Pemerintah, Influencer, dan Platform Teknologi untuk menciptakan tren konten yang bermanfaat.
Penutup: Jangan Biarkan Generasi Emas Berkarat
Indonesia boleh bermimpi besar, namun mimpi itu harus diiringi dengan kesiapan mental dan intelektual generasi penerus. “Brain rot” bukan sekadar istilah gaul di internet, tetapi sinyal bahaya yang harus ditangani segera. Mewujudkan Indonesia Emas 2045 bukan hanya soal ekonomi dan infrastruktur, tapi juga tentang kualitas pikiran anak-anak mudanya.