
Dalam beberapa pekan terakhir, isu mengenai segmentasi profesi dalam akses rumah subsidi ramai diperbincangkan. Banyak pihak khawatir kebijakan tersebut bisa mengarah pada diskriminasi terhadap profesi-profesi tertentu yang dianggap kurang prioritas. Tak tinggal diam, Direktur Utama Bank Tabungan Negara (BTN), Nixon LP Napitupulu, akhirnya angkat bicara untuk meluruskan polemik yang terjadi.
Penjelasan Bos BTN: Segmentasi untuk Efisiensi, Bukan Diskriminasi
Dalam keterangan resminya, Nixon menegaskan bahwa segmentasi profesi bukanlah upaya untuk membatasi akses masyarakat terhadap Kredit Pemilikan Rumah (KPR) subsidi. Menurutnya, segmentasi justru dibutuhkan untuk membuat penyaluran rumah subsidi menjadi lebih tepat sasaran dan efisien.
“Kita ingin rumah subsidi ini benar-benar diterima oleh mereka yang benar-benar membutuhkan, khususnya dari kelompok profesi dengan penghasilan rendah dan tetap,” ujar Nixon.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa profesi seperti guru honorer, petugas kebersihan, buruh pabrik, dan tenaga kesehatan tetap menjadi prioritas utama karena sesuai dengan tujuan awal program subsidi perumahan, yakni untuk kelompok Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
Kenapa Segmentasi Dibutuhkan?
Nixon menyebutkan bahwa selama ini ada sejumlah oknum yang memanfaatkan skema rumah subsidi untuk investasi, bukan untuk ditempati. Melalui segmentasi, BTN dapat meminimalisir risiko tersebut dengan menyesuaikan pengajuan KPR dengan stabilitas penghasilan dan status pekerjaan calon debitur.
Sebagai contoh, seseorang dengan penghasilan tetap dari pekerjaan formal lebih mudah diverifikasi kemampuan bayarnya, sehingga risiko kredit macet lebih rendah.
Namun demikian, Nixon juga menegaskan bahwa BTN tetap akan mempertimbangkan pengajuan dari pekerja informal seperti ojek online, pedagang kecil, atau freelancer. Selama dokumen dan rekam jejak keuangan mereka dinilai layak, pengajuan tetap bisa diproses.
Harapan BTN: Edukasi dan Kolaborasi Lebih Intens
BTN berharap masyarakat tidak salah paham mengenai segmentasi profesi ini. Nixon menyarankan agar publik lebih banyak mencari informasi melalui kanal resmi BTN atau bekerja sama dengan pengembang perumahan bersubsidi.
Ia juga meminta dukungan dari pemerintah daerah dan asosiasi profesi untuk mendorong penyuluhan dan edukasi kredit perumahan agar masyarakat tidak tertipu oleh oknum developer yang nakal.
“Ini bukan soal siapa boleh beli dan siapa tidak. Ini soal bagaimana kita menata sistem agar subsidi ini benar-benar memberi manfaat maksimal,” tegasnya.
Kesimpulan: Menjawab Tantangan dengan Transparansi
Pernyataan tegas dari Bos BTN menjadi langkah penting dalam meredam kekhawatiran masyarakat. Segmentasi profesi bukanlah bentuk diskriminasi, melainkan bagian dari strategi untuk memastikan rumah subsidi jatuh ke tangan yang tepat.
Dengan edukasi yang lebih masif dan proses yang transparan, program rumah subsidi dapat terus menjadi solusi nyata bagi jutaan rakyat Indonesia dalam memiliki hunian yang layak dan terjangkau.